By
agni
Analisis Isi
Analisis isi (Content Analysis) adalah tekhnik penelitian untuk membuat inferensi – inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh ini, makna komuniaksi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi.
Sebenarnya analisis isi komunikasi amat tua umurnya, setua umur manusia. Namun, panggunaan teknik ini diintoduksikan di bawah nama analisis isi (content analysis) dalam metode penelitian tidak setua umur penggunaan istilah tersebut. Tuanya umur penggunaan analisis isi dalam praktik kehiudupan menusia terjadi karena sejak ada manusia di dunia, manusia saling menganalisis makna komunikasi yang dilakukan antara satu dengan lainnya. Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian justru muncul dari orang seperti Bernard Berelson (1959). Ia telah menaruh banyak perhatian pada analisis isi.
Berelson mendefinisikan analisis isi dengan: content anlysis is a research technique for the objective, systematic, and quantitative description of the manifest content of communication. Tekanan Berelson adalah menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian yang objektif, sistematis, dan deskripsi kuantitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi. Kendatipun banyak kritik yang dapat kita sampaikan pada definisi Berlson sehubungan perkembangan analisis isi sampai hari ini, namun catatan mengenai objektif dan sistematik dalam menganalisis isi komunikasi yang tampak dalam komunikasi, menjadi amat penting utnuk dibicarakan saat ini.
Analisis isi dapat di pergunakan pada teknik kuantitatif maupun kualitatif, tergantung pada sisi mana peneliti memanfaatkannya. Dalam penelitian kualitatif, Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi.
Karya-karya besar dalam penelitian kualitatif tentang penggunaan analisis isi seperti yang dilakukan oleh Max Weber dalam bukunya The proestant ethic dan the spirit of capitalism. Dalam karya ini Max Weber berusaha menentukan apa yang di maknakan dengan “Spirit of capitalism” terutapa dari apa yang di tulis oleh Benyamin Franklik. Namun, Weber lebih banyak bertitik tolak dari kasus-kasus konkret yang bertujuan untuk menciptakan tipe-tipe ideal (ideal types) dari sekadar menghasilkan suatu deskripsi objektif dan sistematis dari tulisan Franklin. Jadi, dalam menyifatkan “Protestan ethic dan spirit of capitalism”, maka Weber mengkaji isi tulisan Franklin secara ideal. Hal ini dilakukan dengan sengaja karena Weber tidak percaya bahwa realitas historis adalah seperti yang dideskripsikan dalam tipe-tipe ideal yang diciptakan, seperti ascetism, rational organization of labour, dan lainnya.
Selain itu penggunaan analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja, karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua pendekatan itu. Penggunaan analisis isi untuk penelitian kualitatif tidak jauh berbeda dengan pendekatan lainnya. Awal mula harus ada fenomena komunikasi yang dapat diamati, dalam arti bahwa peneliti harus lebih dulu dapat merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan semua tindkan harus didasarkan pada tujuan tersebut.
Langkah berikutnya adalah memilih unit analisis yang akan di uji, memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Kalau objek penelitan berhubungan dengan data-data verbal (hal ini umumnya ditemukan dalam analisis isi), maka perlu disebutkan tempat, tanggal, dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun, kalau objek penelitian berhubungan dengan pesan-pesan dalam suatu media, perlu di lakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan itu.
Penggunaan analisis isi dapat dilakukan sebagaimana pual W.Missing melakukan studi tentang “The Voice of America”. Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga di catat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satauan makna berbungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan di cari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian.
Beberapa Bentuk Klasifikasi
Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis menjelaskan klasifikasi sebagai berikut:
- Analisis isi pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu kata diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka terhadap produk sikat gigi A.
- Analisis isi semantik, di lakukan untuk mengklasifikasikan: tanda menurut maknanya. Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut:
- Analisis penunjukan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk.
- Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi dirujuk (misalnya referensi kepada ketidakjujuran, kenakalan, penipuan, dan sebagainya).
- Analisis pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara kasar di sebut analisis tematik. Contohnya, referensi terhadap perilaku nyontek di kalangan mahasiswa sebagai maling, pembohong dan sebagainya
- Analisis sarana tanda (sign-vechile), dilakukan untuk mengklasifikasi isi pesan melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berapa kali kata cantik muncul, kata seks muncul.
Dalam penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu terbaca dalam interaksi sosial, dan bagimana simbol-simbol itu terbaca dan dianalisis oleh peneliti. Dan sebagaimana penelitian kualitatif lainnya, kredebilitas peneliti menjadi amat penting. Analisis isi memerlukan peneliti yang mampu menggunakan ketajaman analisisnya untuk merajut fenomena isi komunikasi menjadi fenomena sosial yang terbaca oleh orang pada umumnya.
Dapat dipahami bahwa makna simbol dan interaksi amat majemuk sehingga penafsiran ganda terhadap objek simbol tunggal umumnya menjadi fenomena umum dalam penelitian sosial. Oleh karena itu , analisis isi menjadi tantangan sangat besar bagi peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman dasar terhadap kultur dimana komunikasi itu terjadi amat penting. Kultur ini menjadi muara yang luas terhadap berbagai macam bentuk komunikasi di masyarakat.
Pada penelitian kualitatif, terutama dalam strategi verifikasi kualiatif, teknik analisis data ini diangap sebagai teknik analisis data yang sering digunakan. Namun selain itu pula, teknik analisis ini dipandang sebagai teknik analisis data yang paling umum. Artinya, teknik ini adalah yang paling abstrak untuk menganalisis data-data kualitatif. Content analysis berangkat dari anggapan dasar dari ilmu-ilmu sosial bahwa studi tentang proses dan isi komunikasi adalah dasar dari studi-studi ilmu sosial. Deskripsi yang diberikan para ahli sejak janis (1949), Berelson (1952) sampai Lindzey dan Aronso (1968) tentang Content Anlysis, selalu menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi.
Analisis isi sering digunakan dalam analisis-analisis verifikasi. Cara kerja atau logika analisis data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data kuantitatif. Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, mengklasifikasikan data tersebut dengan kriteria-kriteria tertentu serta melakukan prediksi dengan teknik analisis yang tertentu pula. Secara lebih jelas, alur analisis dengan menggunakan Teknik Content Analysis.
Analisis Wacana
Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.
Analisis wacana merupakan suatu kajian yang digunakan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari.Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Senada dengan itu, cocok dalam hal ini menyatakan bahwa analisis wacana itu merupakan kajian yang membahas tentang wacana, sedangkan wacana itu adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Menurut Stubbs (Arifin,2000:8).
Analisis wacana dalam Sobur ( 2006:48) adalah studi tentang struktur pesan pada dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, telaah mengenai aneka fungsi (prakmatik) bahasa. Kajian tentang pembahasaan realitas dalam sebuah pesan tidak hanya apa yang tampak dalam teks atau tuklisan, situasi dan kondisi (konteks) seperti apa bahasa tersebut diujarkan akan membedakan makna subyektif atau makna dalam perspektif mereka.
Crigler (1996) dalam Sobur (2006 : 72) mengemukakan bahwa analisis wacana termasuk dalam pendekatan konstruktionis. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis yaitu :
- Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas politik.
- Pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai suatu proses yang terus menerus dan dinamis. Dari sisi sumber (komunikator), pendekatan konstruksionis memeriksa pembentukan bagaimana pesan ditampilkan, dan dari sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi individu ketika menerima pesan.
Kembali pada anilsa wacana yang sesungguhnya berusaha memahami bagaimana realitas dibingkai, direproduksi dan didistribusikan ke khalayak. Analisis ini bekerja menggali praktek-praktek bahasa di balik teks untuk menemukan posisi ideologis dari narasi dan menghubungkannya dengan struktur yang lebih luas. Dengan demikian analisis wacana merupakan salah satu model analisa kritis yang memperkaya pandangan khalayak bahwa ada keterkaitan antara produk media, ekonomi dan politik. Keterkaitan ini dapat dimunculkan pada saat analisis wacana bergerak menuju pertanyaan bagaimana bahasa bekerja dalam sebuah konteks dan mengapa bahasa digunakan dalam sebuah konteks dan bukan untuk konteks yang lain.
Pada dasarnya ada beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut. Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi. Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).
Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how). Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.
Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan sebagainya Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.
Berkenaan dengan hal tersebut, analisis semiotik merupakan upaya untuk mempelajari linguistik-bahasa dan lebih luas dari hal tersebut adalahsemua perilaku manusia yang membawa makna atau fungsi sebagai tanda. Bahasa merupakan bagian linguistik, dan linguistik merupakan bagian dari obyek yang dikaji dalam semiologi. Selain bahasa yang merupakan representasi terhadap obyek tertentu, pemikiran tertentu atau makna tertentu, obyek semiotika juga mempelajari pada masalah-masalah non linguistik.
Salah seorang sarjana yang secara konservatif menjabarkan teori De de Saussure ialah RolandBarthes (1915 – 1980). Ia menerapkan model Ferdinand De Saussure dalam penelitiannya tentang karya -karya sastra dan gejala-gejala kebudayaan, seperti mode pakaian. Bagi Barthes komponen – komponen tanda penanda – petanda terdapat juga pada tanda -tanda bukan bahasa antara lainterdapat pada bentuk mite yakni keseluruhan si stem citra dan kepercayaan yang dibentukmasyarakat untuk memp-ertahankan dan menonjolkan identitasnya (de Saussure,1988).
Selanjutnya Barthes (1957 dalam de Saussure) menggunakan teorisignifiant – signifie yang dikembangkan menjadi teori tentang metabaha sa dan konotasi. Istilah signifiant menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) ter-tentu, sehingga membentuk tanda ( sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda.
Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengem-bangan ini disebut sebagai gejala meta -bahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian pengembangan -nya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi dise but metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya.
Macam-macam Semiotik
Hingga saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis -jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.
- Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.
- Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
- Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah system tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
- Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan c erita lisan (folklore).
- Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Semiotik normative merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
- Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambing rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
Analisis Framing
Analisa Framing adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana realitas (aktor, kelompok, atau apa saja) dikonstruksi oleh media (Eriyanto, 2005, p.3). Analisa framing memiliki dua konsep yakni konsep pskiologis dan sosiologis. Konsep psikologis lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi pada dirinya sedangkan konsep sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Analisis Framing sendiri juga merupakan bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian tentang wacana persaingan antar kelompok yang muncul atau tampak di media.
Analisis Framing juga dikenal sebagai konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa framing device dan reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang menunjukkan “julukan” pada satu wacana, sedangkan reasoning device menunjuk pada analisis sebab-akibat. Di dalamnya terdapat beberapa ‘turunan’, yaitu metafora, perumpamaan atau pengandaian. Catchphrases merupakan slogan-slogan yang harus dikerjakan. Exemplar mengaitkan bingkai dengan contoh, teori atau pengalaman masa silam. Depiction adalah “musuh yang harus dilawan bersama”, dan visual image adalah gambar-gambar yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Pada instrumen penalaran, Roots memperlihatkan analisis sebab-akibat, Appeals to principles merupakan premis atau klaim moral, dan Consequences merupakan kesimpulan logika penalaran.
Teknik Framing Dan Konsep Model Zhondhang Pan Dan Gerald M Kosicki
Menurut Etnman, framing berita dapat dilakukan dengan empat teknik, yakni pertama, problem identifications yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan nilai positif atau negatif apa, causal interpretations yaitu identifikasi penyebab masalah siapa yang dianggap penyebab masalah, treatmenrekomnedations yaitu menawarkan suatu cara penanggulangan masalah dan kadang memprediksikan penanggulannya, moral evaluations yaitu evaluasi moral penilaian atas penyebab masalah.
Ada dua konsep framing yang saling berkaitan, yaitu konsep psikologis dan konsep sosiologis yaitu :
- Dalam konsep psikologis, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi itu menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan seseorang saat membuat keputusan tentang realitas.
- Sedangkan konsep sosiologis framing dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya Dalam Zhondhang Pan Dan Gerald M Kosicki, kedua konsep tersebut diintegrasikan.
Secara umkum konsepsi psikologis melihat frame sebagai persoalan internal pikiran seseorang, dan konsepsi sosiologis melihat frame dari sisi lingkungan sosial yang dikontruksi seseorang. Dalam model ini, perangkat framing yang digunakan dibagi dalam empat struktur besar, yaitu sintaksis (penyusunan peristiwa dalam bentuk susunan umum berita), struktur skrip (bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam berita), struktur tematik (bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau antar hubungan hubungan kalimat yang memberntuk teks secara keseluruhan), dan struktur retoris (bagaimana menekankan arti tententu dalam berita)
- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment